Berita :
Terima kasih telah berkunjung, silahkan berkunjung kembali jika ada kesempatan

SNMPTN 2013 DIHAPUS, INDONESIA MAU JADI APA?

Friday, 28 December 2012

Pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan akhirnya memutuskan untuk meniadakan ujian tertulis bagi semua lulusan SMA/SMK sederajat untuk memperebutkan satu kursi di perguruan tinggi negeri. Sebagai pengganti, kementrian pendidikan dan kebudayaan menghapus metode yang selama ini telah umum digunakan melalui seleksi nasional tersendiri, dengan metode baru yaitu dengan mempertimbangkan nilai rapor siswa dan nilai ujian akhir nasional siswa yang bersangkutan. Dasar apa yang digunakan pemerintah dalam menetapkan prosedur baru ini? Bagaimana efektivitas kebijakan ini jika dibandingkan dengan SNMPTN yang selama ini diterapkan. Bukankah selama ini perguruan tinggi telah menyediakan jalur undangan bagi siswa tertentu yang dianggap lebih pintar untuk dapat diterima langsung di perguruan tinggi. Padahal, selama ini mahasiswa jalur undangan tidak lebih hebat dari mahasiswa yang lulus seleksi nasional dari puluhan hingga ratusan ribu orang, bertentangan dengan bekal yang mereka bawah ketika mendaftarkan diri ke perguruan tinggi . Bukankah kebijakan yang diambil pemerintah ini justru menambah celah untuk terus mengerus kualitas pendidikan itu sendiri. 

Kenapa begitu? Bisakah pemerintah menjamin tidak ada konspirasi antara guru dengan murid atau dengan wali murid dalam pengaturan nilai rapor. Setiap sekolah tentu akan memanfaatkan kebijakan ini untuk meningkatkan prestise mereka, sehingga celah ini bisa dijadikan nilai jual oleh sekolah dalam menarik siswa  di setiap tahun ajaran baru. Sekolah-sekolah tersebut akan berlomba-lomba untuk memberikan nilai terbaik terhadap siswa mereka agar banyak siswa yang berasal dari sekolah bersangkutan diterima di perguruan tinggi ternama. Dengan cara ini, diharapkan penilaian  masyarakat bisa berubah dan berbeda terhadap sekolah tersebut karena masyarakat diarahkan untuk berfikiran sekolah yang bersangkutan memiliki banyak alumni yang melanjutkan pendidikan mereka ke perguruan tinggi ternama, padahal secara real, kualitasnya tidak teruji. Ini berarti nantinya, penilaian terhadap rapor siswa  akan jauh dari objective. Apalagi belum ada penyeragaman indikator-indikator yang ditetapkan pemerintah terhadap guru dalam pemberian nilai kepada siswa di seluruh indonesia baik di daerah perkotaan maupun di daerah terpencil dan jauh dari akses pendidikan.

Disisi lain, perguruan tinggipun bisa memainkan peran dalam merekrut calon mahasiswa baru. Demi sebuah pamor, perguruan tinggi tentu akan cenderung untuk memilih siswa yang berasal dari sekolah-sekolah ternama dan akan mengesampingkan mereka yang berasal dari sekolah-sekolah “gurem”. 

Selain nilai rapor, salah satu pertimbangan lain dalam penerimaan mahasiswa baru adalah nilai ujian akhir nasional. Bagaimana kualitas ujian nasional kita? Kecurangan-kecurangan selalu menyelimuti pelaksanaan ujian akhir nasional setiap tahunnya. Ada yang bersifat individu, namun sering juga bersifat kolektif dan terencana. Kecurangan itu tidak hanya dilakukan oleh siswa, tetapi juga sering melibatkan guru dan sekolah bersangkutan demi satu tujuan, tingkat kelulusan siswa yang setinggi-tingginya kalau perlu hingga 100 persen, tentu saja dengan dasar dan pertimbangan untuk tetap menjaga nama baik sekolah bersangkutan. Bahkan dari pengalaman pribadi penulis, beberapa oknum guru secara tersembunyi dan ada juga yang terang-terangan di tempat terbuka dengan pengeras suara meminta kepada siswanya untuk saling membantu dalam menjawab soal ujian akhir nasional.

Contoh lain kecurangan dalam pelaksanaan ujian akhir nasional yang sering kali kita saksikan di media massa ialah iuran-iuran oleh siswa yang kadangkala mencapai nilai jutaan dikumpulkan untuk “membeli” kunci jawaban ujian akhir kepada calo-calo yang nantinya akan didistribusi dan dibagikan melalui telepon seluler maupun kertas-kertas kecil kepada setiap siswa sebelum pelaksanaan ujian berlangsung. Inilah beberapa modus yang digunakan dalam mengakali ujian akhir nasional disamping banyak cara lain yang juga sering terbongkar. 

Apakah dengan dasar seperti ini yang akan dijadikan landasan dalam penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Pertanyaannya, akan dikemanakan masa depan pendidikan indonesia yang saat ini sudah terpuruk. Haruskah kita terus menerus terperosok ke dalam lubang yang semangkin dalam atau kita harus bangkit dari kubangan ini? SNMPTN atau seleksi langsung secara nasional mungkin bukan yang terbaik, tetapi jauh lebih baik jika dibandingkan dengan metode nilai rapor apalagi nilai ujian akhir nasional dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru. Bukan hanya bobot soal yang jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan ujian akhir nasional, namun kecurangan yang ditimbulkan juga jauh lebih minimal sehingga objektivitas penerimaan mahasiswa baru juga lebih baik.

Jaya dan gilang-gemilanglah Indonesiaku.

PERIKO PUTRA PATAPANG


Share this Article on :

0 comments:

Post a Comment

 

© Copyright RooCo 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.